Manfaat yoga ternyata tak berhenti hanya pada peningkatan atau perbaikan kekuatan maupun fleksibelitas tubuh saja. Di Amerika misalnya, olahraga ini juga dipakai sebagai terapi pendukung bagi anak dengan autisme.
Pendiri sekaligus pengajar YogAutism, Scott Anderson, menyebutkan yoga untuk autisme tak cuma membuat anak lebih tenang. Yoga untuk autisme juga mengurangi rasa sakit, kegelisahan, agresivitas, maupun perilaku obsesif. Bonusnya lagi, manfaat yoga bagi penyandang autisme adalah membuat mereka lebih mudah bersosialisasi karena emosi juga lebih terkontrol.
Yoga vs Kegelisahan Pada Anak
Perlu diketahui bahwa penyandang autisme memiliki pengalaman sensorik yang sangat berbeda dari anak lainnya. Karena itu, respon sensorik tersebut seringkali membuat tubuh anak terjebak dalam 3 status F: fight (berkelahi atau menyerang), flight (berlari menjauh dari masalah), atau freeze (diam ditempat).
Ketiga status tersebut kemudian mengalihkan darah dari organ pencernaan ke otot lurik. Alhasil, sistem pencernaan jadi terganggu, detak jantung meningkat, dan nafas jadi dangkal/ pendek. Efek inilah yang kemudian memicu kegelisahan pada anak dengan autisme.
Pentingnya Visualisasi
Lantas bagaimana cara melatih yoga untuk anak autis? Para guru yoga untuk autisme sepakat bahwa faktor visualisasi dalam berlatih sangatlah penting.
Oleh sebab itu, Louise Goldberg selaku penulis Yoga Therapy for Children with Autism and Special Needs, merancang program Stop and Relax, yang menggunakan lebih dari 50 kartu petunjuk. Dengan kartu-kartu tersebut, anak mampu memvisualisasikan dan meniru pose yang harus dipraktekkan.
Louise berpendapat,”beberapa anak mungkin tidak bisa berkomunikasi menggunakan bahasa yang kita pakai sehari-hari. Namun, mereka dapat melihat gambar dalam kartu dan merespon. Ada pula yang tetap sulit berhubungan meski sudah bisa bicara atau beraktivitas. Mereka ini belum mampu beralih dengan mudah, misal dari aktivitas A ke B. Tapi dengan melihat gambar visual, entah bagaimana anak-anak ini lebih mudah menirukan gerakan yang diminta.”
Tantangan Yoga Untuk Autisme
Masalahnya sekarang, tak semua orang tua ataupun guru nyaman dengan istilah ‘yoga’. Beberapa yang berpikiran dangkal menganggap yoga sebagai olahraga keagamaan. Padahal progam yoga cocok untuk semua anak dan usia karena hanya melibatkan gerakan, pose, serta latihan pernafasan saja.
Meski begitu, Louise tetap bersedia beradaptasi sehingga yoga diubahnya dengan istilah Creative Relaxation. Tentu saja dalam prakteknya, tidak ada istilah Sansekerta yang dipakai. Prayer pose misalnya diganti dengan Tree Pose, sedangkan Viparita Shalabhasana dimodifikasi istilahnya menjadi Superman Pose. Aksi bergumam pun diganti dengan nyanyian sehari-hari.
Louise juga berpendapat yoga tak hanya cocok untuk penyandang autis saja, tapi juga anak ‘normal’ lainnya. Oleh sebab itu, sayang bila latihan ini tidak dilakukan hanya karena ada pihak yang keberatan dengan istilahnya saja.
Manfaat Yoga Bagi Anak
Menurut penjelasan Dr. Judy Willis dalam bukunya yang bertajuk How Children Learn Best, anak-anak perlu istirahat setiap 15 menit sekali. Jika waktu belajar lebih panjang dari itu, maka hasilnya takkan maksimal dan malahan membuat anak serta gurunya frustrasi. Karenanya, lakukan pose tertentu selama 1 menit sambil duduk atau berdiri, sebelum melanjutkan proses belajar-mengajar lagi.
Hasil analisa terhadap Get Ready to Learn (salah satu program yoga untuk autisme) juga menjumpai manfaat yoga rutin sebelum proses belajar-mengajar memiliki dampak signifikan terhadap perilaku anak. Seperti disebutkan tadi, anak jadi tenang, tidak sensitif atau hiperaktif, dan lebih mudah bersosialisasi. Hal ini juga dapat mengurangi risiko bullying pada anak.
Jadi bila manfaat yoga untuk anak, khususnya penyandang autisme, begitu besar maka tidak ada alasan untuk tidak mencobanya bukan?!